Kamis, 05 Januari 2012

Tahapan Perkembangan Bermain


1.       Mildred Parten (1932)
a.       Unoccupied Play
Anak tidak benar-benar terlibat dalam kegiatan bermain, anak hanya mengamati kejadian di sekitarnya yang menarik perhatian anak. Apabila tidak ada hal yang menarik, maka anak akan menyibukkan dirinya sendiri. Contohnya anak akan naik turun kursi tanpa tujuan yang jelas.
b.      Solitary Play (Bermain Sendiri)
Biasanya tampak pada anak yang berusia amat muda. Anak akan sibuk bermain sendiri dan tidak memperhatikan kehadiran anak-anak lain di sekitarnya. Kehadiran anak lain dapat dirasakannya apabila anak tersebut mengambil alat permainannya.
c.       Onlooker Play (Pengamat)
Kegiatan bermain dengan mengamati anak-anak lain melakukan kegiatan bermain, dan tampak adanya minat yang semakin besar terhadap kegiatan anak lain yang diamatinya. Contohnya anak yang belum kenal dengan anak lain di suatu lingkungan baru.
d.      Paralel Play (Bermain Paralel)
Tampak saat dua anak atau lebih bermain dengan jenis alat permainan yang sama dan melakukan gerakan atau kegiatan yang sama, tetapi sebenarnya tidak ada interaksi diantara mereka. Contohnya anak – anak yang sedang bermain mobil-mobilan, dan membuat bangunan dari alat permainan Lego tanpa berinteraksi. Pada dasarnya mereka masih amat egosentris dan belum mampu memahami atau berbagi rasa dengan anak lain.
e.      Assosiative Play (Bermain Asosiatif)
Adanya interaksi antar anak yang bermain, saling tukar alat permainan, tetapi bila diamati sebenarnya mereka tidak terlibat dalam kerja sama. Misalnya anak sedang menggambar, mereka saling memberi komentar terhadap gambar masing-masing, berbagi pensil berwarna, ada interaksi diantara mereka, namun sebenarnya kegiatan menggambar itu mereka lakukan sendiri-sendiri.
f.        Cooperative Play (Bermain Bersama)
Ditandai dengan adanya kerja sama atau pembagian tugas dan pembagian peran antara anak-anak yang lebih dalam permainan untuk mencapai satu tujuan tertentu. Misalnya, bermain dokter-dokteran, membuat bangunan dari balok secara kerja sama. Biasanya tampak pada anak berusia 5 tahun. Orang tua yang memberikan kesempatan pada anaknya agar bergaul dengan sesama teman maka perkembangannya akan meningkat, berbeda dengan orang tua yang tidak memberikan kesempatan bagi anak-anaknya untuk bergaul dengan anak lain, maka mungkin saja Cooperative play tidak terlaksana.

2.       Jean Piaget (1962)
a.       Sensory Motor Play (± ¾ bulan ­1/2 tahun)
Bermain dimulai pada periode perkembangan kognitif sensori motor, sebelum usia 3-4 bulan, gerakan atau kegiatan anak belum dapat dikategorikan sebagai bermain. Kegiatan bayi hanya merupakan pengulangan dari hal-hal yang dilakukan sebelumnya, dan Piaget menamakannya reproductive assimilation. Pada usia 7-11 bulan kegiatan yang dilakukan anak bukan semata-mata berupa pengulangan, namun sudah disertai dengan variasi. Misalnya anak melihat wajah di balik bantal yan g disingkapkan, anak melakukan terus dengan berbagai variasinya. Pada usia 18 bulan tampak adanya percobaan-percobaan aktif pada kegiatan bermain anak. Contohnya anak yang bermain dengan kaleng bekas dan sepotong kayu, secara tidak sengaja memukul kaleng dari sisi yang berbeda. Ternyata menimbulkan suara berbeda, sehingga dari pengalaman ini ia mendapat pengetahuan baru.
b.      Symbolic atau Make Belive Play (±2-7 tahun)
Symbolic atau Make Belive Play merupakan ciri periode pra operasional yang terjadi antara usia 2-7 tahun yang ditandai dengan bermain khayal dan bermain pura-pura. Misalnya menggunakan sapu sebagai kuda-kudaan, menganggap sobekan kertas sebagai uang. Bermain simbolik juga berfungsi untuk mengasimilasikan dan mengkonsilidasikan (menggabungkan) pengalaman emosional anak.
c.       Social Play Games with Rules (±8 tahun-11 tahun)
Dalam bermain tahap yang tertinggi, penggunaan simbol lebih banyak diwarnai oleh nalar, logika yang bersifat obyektif, sejak usia 8-11 tahun anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan games with rulers. Kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh aturan permainan.
d.      Games With Rules & Sports (11 tahun keatas)
Olah raga adalah kegiatan bermain yang menyenangkan dan dinikmati anak-anak, walaupun aturannya jauh lebih ketat dan diberlakukan secara kaku dibandingkan dengan permainan yang tergolong games seperti kartu. Karena bukan hanya rasa senang saja yang menjadi tujuan, tetapi ada suatu hasil akhir tertentu seperti ingin menang, memperoleh hasil kerja yang baik. 

3.       Hurlock (1981)
a.       Tahap Penjelajahan (Exploartory stage)
Ciri khasnya adalah berupa kegiatan mengenai obyek atau orang lain, mencoba menjangkau atau meraih benda disekelilingnya lalu mengamatinya.
b.      Tahap Mainan (Toy Stage)
Tahap ini mancapai puncaknya pada usia 5-6 tahun. Antara usia 2-3 tahun anak biasanya hanya mengamati alat permainannya. Mereka pikir benda mainannya dapat makan, berbicara, merasa sakit dan sebagainya. Contohnya yaitu bermain dengan boneka dan mengajaknya bercakap atau bermain seperti layaknya teman bermainnya.
c.       Tahap Bermain (Play Stage)
Biasanya terjadi bersamaan dengan mulai masuknya anak ke sekolah Dasar. Pada masa ini jenis permainan anak semakin bertambah banyak, karena itu tahap ini dinamakan tahap bermain. Anak bermain dengan alat permainan yang lama kelamaan berkembang menjadi games, olah raga, dan bentuk permainan lain yang dilakukan juga oleh orang dewasa.
d.      Tahap Melamun (Daydream Stage)
Tahap ini diawali saat anak mendekati masa puber. Saat ini anak sudah mulai kurang berminat terhadap kegiatan bermain yang tadinya mereka sukai dan mulai banyak menghabiskan waktunya untuk melamun atau berkhayal. Biasanya lamunan atau khayalannya mengenai perlakuan kurang adil dari orang lain.
4.       Rubin, Fein & Vandenberg (1983) dan Smilansky (1968)
a.       Bermain Fungsionil (Functional Play)
Biasanya tampak pada anak berusia 1-2 tahunan berupa gerakan yang bersifat sederhana dan berulang-ulang. Misalnya anak berlari-lari sekeliling ruang tamu, mendorong dan menarik mobil-mobilan.
b.      Bangun Membangun (Constructive Play)
Bermain membangun sudah dapat terlihat pada anak berusia 3-6 tahun. Dalam kegiatan bermain ini anak membentuk sesuatu, menciptakan bangunan tertentu dengan alat permainan yang tersedia. Misalnya membuat rumah-rumahan dengan balok kayu atau potongan Lego, menggambar dan sebagainya.
c.       Bermain pura-pura (Make-believe Play)
Kegiatan bermain pura-pura mulai banyak dilakukan anak berusia 3-7 tahun. Anak melakukan peran imajinatif memainkan peran tokoh yang dikenalnya melalui film kartun atau dongeng. Misalnya bermain rumah-rumahan, polisi dan penjahat, jadi batman dan sebagainya.
d.      Permainan Dengan Peraturan (Games with rules)
Kegiatan bermain jenis ini umumnya sudah dapat dilakukan anak pada usia 6-11 tahun. Anak sudah memahami dan bersedia mematuhi aturan permainan. Misalnya bermain kasti, galah asin atau gobak sodor, ular tangga dan semacamnya.
Jenis kegiatan bermain yang menjadi ciri khas masing-masing tahapan usia salah satunya yaitu Kathleen Stassen Berger (1983). Ia mengemukakan bahwa kegiatan bermain dapat dibedakan atas:
1.       Sensory Motor Play (Bermain yang mengandalkan indera dan Gerakan-gerakan Tubuh)
Keasyikan yang diperoleh bayi melalui sensori motor play tampak misalnya saat is mengamati, mendengar suara di sekelilingnya, merasakan sesuatu dengan mulutnya. Contohnya keasyikan saat mereka mendengar suara air yang ditiup denga sedotan, tekstur yang mereka rasakan saat bermain dengan lilin.
2.       Mastery Play (Berman Untuk Menguasai Keterampilan Tertentu)
Bermain untuk menguasai keterampilan tertentu karena kegiatan tersebut dapat merupakan latihan bagi anak untuk menguasai keterampilan-keterampilan yang baru baginya melalui pengulangan-pengulangan yang dilakukan anak. Mastery play pada anak semakin banyak mencakup permainan mengasah kecerdasan atau melibatkan kegiatan berfikir memecahkan masalah. Misalnya bermain tebak-tebakan, mengelompokkan benda dan sebagainya.

3.       Rough and Tumble Play (Bermain Kasar)
Bentuk kegiatan bermain yang juga sering tampak pada anak ialah Rough and Tumble Play seperti bergelut, bergulingan, saling dorong. Kegiatan fisik aktif tersebut tampaknya diperlukan anak untuk mengimbangi kegiatan yang lebih menuntut anak untuk duduk di tempat, seperti kegiatan menggambar, menyusun potongan gambar dan sebagainya. Bentuk kegiatan bermain ini juga menunjang perkembangan sosial anak, karena permainan ini hanya dilakukan diantara teman-teman yang sudah cukup dikenal baik.



4.       Social Play (Bermain Bersama)
Mulai tampak pada usia pra sekolah. Kegiatan bermain sosial ditandai dengan adanya interaksi dengan orang lain disekeliling anak, sehingga anak mampu terlibat dalam kerja sama dalam bermain. Misalnya pada usia muda bermain sepeda bersama, pada usia lebih lanjut anak mampu bermain kasti atau kelereng yang membutuhkan kerja sama dan kepatuhan tehadap aturan permainan.
5.        Dramatic  Play (Bermain peran atau khayal)
Dalam bermain peran atau khayal ini, misalnya anak tampak sedang menyuapi boneka, mengajak bicara dan bermain. Bermain dramatik semacam ini membantu mencobakan berbagai peran sosial yang diamatinya, memantapkan peran sesuai jenis kelaminnya, mewujudkan khayalannya, selain bekerja sama dan bergaul dengan anak-anak lainnya.




Jenis Permainan untuk Anak

0 - 3 BULAN
Pada minggu-minggu pertama kelahiran, ia dapat melihat suatu obyek dalam jarak pendek, kira-kira 25 cm. Kira-kira 1-2 bulan kemudian, ia mulai dapat mengenal wajah orang dan memberikan reaksi terhadap suara atau senyum.
Penelitian menunjukkan, bayi sangat tertarik melihat wajah manusia ketimbang benda lain. Wajah Anda adalah "mainan" pertamanya. Dekatkan wajah Anda saat menggendongnya atau saat duduk di depan boksnya. Tersenyumlah dan ajak ia bicara. Ia pasti senang.
Tentu saja ia juga perlu benda-benda lain untuk dilihat. Ini penting sebagai sumber utama rangsangan sebelum ia terampil memegang. Gambar-gambar yang jelas, terang, berwarna cerah, yang berkilau seperti silver foil, sangat disukainya. Beri ia cukup waktu untuk merespon sesuatu yang Anda tunjukkan padanya, karena reaksinya masih lambat.
Letakkan benda atau mainan dalam jarak pandang yang dapat dijangkaunya lalu gerakkan benda itu secara perlahan ke kiri dan kanan. Jika matanya tak bereaksi mengikuti gerakan, ia mungkin tak melihat. Sebab itu, pastikan dulu sampai ia kira-kira ada perhatian, baru benda itu digerakkan. Sesuatu yang bergerak dan berbunyi juga disukainya. Gantungkan di boksnya mainan yang bisa bergoyang/berputar dan mengeluarkan bunyi.
Sekitar usia 1-1,5 bulan, ia mulai dapat menghubungkan pendengaran dengan penglihatannya. Jika mendengar suara, ia mulai mencari sumber suara dengan matanya. Seperti penglihatan, ia pun lebih suka mendengar suara manusia, terutama suara ayah-ibunya. Di usia 2 bulan, ia mulai bereaksi dengan bermacam-macam suara. Berbicara, menyanyi, dan membacakan cerita anak-anak dengan berbagai irama akan sangat menyenangkannya.
Saat ganti popok juga bisa dijadikan kesempatan bermain dengannya. Gerak-gerakkan kakinya atau gelitik lembut telapak kakinya. Ia pasti suka. Begitu pun saat mandi, dininabobokan, dan lainnya.
Sentuhan dan usapan Anda di wajah dan seluruh tubuhnya, akan mengembangkan indera perabanya. Ini juga penting untuk mengembangkan rasa diterima dan menumbuhkan rasa percaya diri.
3 - 6 BULAN
Mulai usia 3 bulan, ia suka memiringkan badannya ke satu sisi saat berbaring. Rangsang ia dengan mainan berwarna mencolok atau berbunyi agar ia berusaha menjangkau mainan itu dengan tangannya yang di sebelah atas, sehingga badannya ikut bergerak. Dengan melakukan permainan ini berulang-ulang, akhirnya ia bisa tengkurap sendiri.
Sekitar usia 4 bulan, ia senang sekali bila digendong dalam posisi duduk. Usia 6 bulan, ia dapat duduk tanpa dibantu meski hanya beberapa menit. Dudukkan ia di atas kedua lutut Anda dan pegang kedua lengannya, lalu perlahan sentakkan ia ke atas dan ke bawah. Ia pasti gembira. Sepanjang usia ini, ia suka sekali menyentuh, menggenggam, menggoyangkan dan menarik apa saja. Sediakan mainan yang ringan dan berwarna dengan ukuran pas untuk ia pegang dan genggam. Ia akan lebih suka jika mainannya itu juga bersuara dan taruh di dalam jarak yang bisa ia jangkau.
Beri mainan yang bersuara jika disentuh/ditendang, gantung rendah di boksnya agar kaki kecilnya bisa menendang mainan itu. Untuk mencegah kecelakaan, jangan lupa memindahkan mainan itu segera setelah ia terampil mengangkat kepala dan dadanya (sekitar usia 5 bulan).
Ia sangat menyukai orang-orang dan tertarik dengan gerak tubuh serta ekspresi wajah mereka. Bimbing tangannya yang mungil untuk menyentuh bagian-bagian tubuh Anda sambil menyebutkan nama-nama bagian tubuh itu. Permainan lain yang dapat Anda lakukan, pegang ia pada kedua ketiaknya dan ayunkan ke atas dengan gerakan lembut.
6 - 9 BULAN
Mulai usia 6 bulan, periode waktu bangunnya dalam satu waktu sekitar 2-3 jam, sehingga waktu bermainnya lebih panjang. Saat terjaga, ia tak mau lagi hanya berada dalam posisi tidur telentang. Ia pasti akan berguling dan berusaha duduk atau merangkak. Letakkan mainan kesukaannya dalam jarak tertentu untuk merangsangnya belajar merangkak.
Sekitar usia 8-9 bulan, ia dapat duduk tanpa dibantu, meski belum sepenuhnya dapat menguasai keseimbangan tubuhnya. Banyak bayi belajar duduk dan merangkak secara bersamaan. Umumnya, di usia 10 bulan ia sudah dapat duduk kokoh dan merangkak ke mana pun ia mau.
Di usia ini, ia praktis butuh lebih banyak permainan. Buatkan aneka mainan dari barang-barang yang tersedia di rumah, seperti cangkir plastik, boks sepatu, botol plastik, dan lainnya. Jika ia menolak sebuah mainan yang tak familiar (ini sering terjadi), letakkan di sampingnya dan coba lagi nanti. Beri tahu cara menggunakan sebuah mainan, tapi jangan dorong ia untuk bermain dengan cara yang "benar" karena hanya akan membuatnya frustrasi.
Permainan tanpa alat seperti cilukba atau petak-umpet juga menyenangkannya. Ia akan tertawa gembira saat melihat wajah Anda kembali. Atau dudukkan ia di bahu Anda sehingga ia lebih tinggi daripada Anda. Ia akan gembira oleh pemandangan baru. Atau angkat ia tinggi-tinggi ke udara. Ia pasti senang.
9 - 12 BULAN
Setelah bisa duduk mantap, waktu mandi menjadi waktu bermain yang menyenangkan. Mainan seperti bebek, perahu, gelas dari plastik, bisa digunakan. Dapat juga Anda mengajaknya bermain di halaman dengan menggunakan ember berisi air. Ajak ia memercikkan air, menuangkan air dari gelas dan mengapungkan mainan. Ia pasti senang.
Bermain menangkap bola juga bisa dilakukan setelah ia dapat duduk. Duduklah berhadapan dengannya, lalu gelindingkan bola ke arahnya. Pasangan Anda atau anggota keluarga lain duduk di belakangnya, membantu ia menerima bola dan menggelindingkan kembali ke Anda. Pilih bola dari bahan ringan dengan warna menarik.
Di usia ini, ia senang menjatuhkan sesuatu mainan ke lantai dan Anda mengambilkannya, lalu ia menjatuhkannya lagi dan Anda kembali mengambilkannya. Tentu saja Anda perlu sabar. Karena permainan ini penting baginya untuk belajar mengerti bahwa jika ia menjatuhkan sesuatu, maka benda itu akan tetap berada di bawah. Beri ia benda-benda yang tak dapat pecah atau menggelinding jauh.
Ia pun menyukai permainan mengeluarkan dan memasukkan mainan dari dan ke dalam sebuah wadah. Boks (kardus atau boks plastik) dan beberapa balok warna-warni ukuran 5 cm bisa diberikan padanya. Setelah ia berhasil mengeluarkan semua balok-balok itu, ia akan memasukkannya kembali satu demi satu. Begitu terus berulang-ulang sampai ia puas.
Sekitar usia 10 bulan, ia mulai belajar berdiri. Sebulan kemudian, ia sudah bisa berdiri sendiri dengan berpegangan pada kursi atau tepi tempat tidur. Ini mendorongnya untuk belajar jalan. Acungkan mainan favoritnya untuk mendorongnya belajar berdiri tanpa berpegangan, atau tuntun kedua tangannya saat belajar jalan. Ia pasti senang.
Di usia ini, ia juga senang dinyanyikan, diceritai, dan dibacakan dongeng. Kebanyakan bayi menyenangi siaran radio dan TV dan melihat gambar-gambar. Khusus TV, sebaiknya Anda tak membiasakan ia sering "nonton" TV untuk menghindari kemungkinan ia kelak akan kecanduan nonton.


Tips Bermain
* Ingatlah, bayi senang memasukkan segala sesuatu ke dalam mulutnya. Pastikan semua mainannya aman. Hindari mainan berujung runcing, mudah patah, mengandung racun (catnya), dan berukuran kecil. Jangan lupa cuci mainan sebelum digunakan.
* Untuk bayi usia 3-6 bulan, cukup beri satu mainan pada satu waktu bermain. Untuk yang berusia 6-10 bulan, beri ia tak lebih dari 5-6 mainan kecil atau 1-2 mainan besar pada satu waktu bermain. Bayi, kata ahli, menyukai benda-benda yang familiar. Jadi, pilihkan mainan-mainan yang agak mirip satu sama lain. Perlu waktu beberapa minggu baginya untuk menunjukkan ketertarikannya pada sebuah mainan baru yang tak mirip dengan banyak mainannya yang lama.
* Beri ia banyak rangsangan dengan menyediakan mainan atau benda-benda untuk memperkaya pengalamannya. Makin banyak rangsangan yang Anda berikan, perkembangannya akan lebih cepat. Ia pun akan kaya pengalaman sebagai bekalnya nanti untuk melakukan problem solving dan berkomunikasi.
* Anda harus kreatif karena tak semua alat permainan tersedia di pasar dan harga kerap jadi masalah. Tak ada salahnya membuat sendiri alat permainan dengan menggunakan bahan-bahan yang tersedia di rumah. Bola dari kain yang diisi kapas, buku dari sisa kain, misalnya.
* Bagaimanapun senang dan gembiranya ia bermain bersama Anda, ia perlu istirahat. Kita harus tanggap terhadap isyarat yang ia berikan. Jika ia menangis, mungkin ia sudah lelah.
* Terakhir, yang paling penting, tugas mengajak si kecil bermain bukan monopoli tugas ibu, tapi juga ayah karena perlakuan ayah dan ibu pasti berbeda terhadap anak. Lagipula, merawat dan mendidik si kecil, tugas bersama ayah dan ibu, bukan?

Urgensi sarjana PAUD

                 Urgensi filsafat ilmu bagi sarjana PAUD yaitu memiliki tugas menguasai keilmuan dan praktik pendidikan pada anak usia dini serta melakukan berbagai penelitian pada bidang pendidikan anak usia dini, sarjana PAUD dituntut untuk memikirkan tentang ragam fenomena yang ada, baik yang mungkin ada atau yang mungkin akan ada untuk menemukan serta menghasilkan berbagai pengetahuan dan ilmu yang dapat dipergunakan untuk mendidik anak usia dini. Sarjana PAUD harus peka (sensitif) terhadap segala keadaan anak usia dini serta proses pendidikan yang menyertainya. Sarjana juga harus mampu mengembangkan sebuah konsep berkaitan dengan perngetahuan, keterampilan dan pengalaman belajar melalui berbagai riset ilmiah, mampu melakukan pengembangan konsep-konsep praktik keguruan yang di dalamnya mencakup sebuah konsep tentang keguruan itu sendiri dan bagaimana cara mempraktikkannya. Orang dikatakan menjadi guru apabila dapat mengembangkan konsep berpikir dan mempraktikkannya dalam berbagai wilayah pendidikan.
              Sarjana (S.Pd) adanya tugas akademik yaitu meneliti/membuat, perlunya penerapan berupa karya ilmiah keilmuan di PAUD, agar mahasiswa calon sarjana menguasai kajian keilmuan dan batas-batas profesinya. Filsafat ilmu merupakan Mata Kuliah yang memberikan pembekalan pada mahasiswa (sarjana) untuk memiliki kemampuan berfikir ilmiah, sehingga dapat melakukan berbagai kegiatan.